Lebaran dan Kebersamaan

Ada satu masa dalam setahun di mana Indonesia terasa sedikit lebih hangat.
Sedikit lebih sabar. Sedikit lebih dekat.

Namanya: Lebaran.

Buat banyak dari kita yang tumbuh besar di negeri ini, Lebaran bukan sekadar hari libur.
Bukan hanya tentang akhir Ramadan.
Bukan tentang opor, ketupat, atau baju baru.
Bukan tentang THR atau kemacetan saat mudik.

Lebaran adalah jeda.
Jeda dari kehidupan yang terlalu cepat.
Terlalu berisik.
Terlalu sibuk untuk hal-hal yang paling penting.

Karena di tengah dunia yang makin terbelah, makin keras, makin gampang teralihkan—Lebaran memanggil kita pulang.

Kembali ke keluarga.
Kembali ke akar.
Kembali ke kerendahan hati.
Kembali ke saling memaafkan.

Back to what really matters.


Saat Menjadi Benar Lebih Penting dari Menjadi Baik

Kita hidup di zaman di mana orang lebih sibuk membuktikan dirinya benar… daripada mencoba memahami orang lain.

Di mana beda pendapat cepat sekali berubah jadi jarak.
Dan rasa bangga—yang dulu jadi pemacu semangat—kini jadi tembok antara mereka yang dulu saling dekat.

Lalu datanglah Lebaran.
Dan dua kata sederhana mulai terdengar di mana-mana:

“Mohon maaf lahir dan batin.”

Bukan sekadar formalitas.
Bukan cuma basa-basi.

Tapi permintaan maaf yang utuh.
Yang penuh. Yang tulus. Yang dari hati.
“Maaf… bukan cuma atas apa yang aku lakukan. Tapi juga atas apa yang kita gagal pahami.
Bukan cuma atas apa yang aku ucapkan. Tapi juga atas hal-hal yang seharusnya kita katakan, tapi tidak.”

Dan itulah kekuatan.
That’s leadership.
Dan dunia ini sangat butuh lebih banyak yang seperti itu.


Karena Cinta Itu Butuh Usaha

Lebaran mengingatkan kita pada sesuatu yang sering terlupakan:

Bahwa cinta itu butuh usaha.
Kebersamaan itu pilihan.
Dan untuk sembuh, kita harus cukup rendah hati untuk memulai.

Kita bisa saja sibuk. Sibuk banget.
Tapi Lebaran seperti suara lembut yang berkata:
“Pulang, yuk…”

Pulang ke orang-orang yang kita cintai.
Pulang ke meja makan yang dulu penuh tawa, kini mungkin dipenuhi jarak.
Pulang ke percakapan yang lama tertunda.

Dan buat banyak dari kita, pulang itu bukan cuma simbolik.
Pulang itu literal.

Kita menyebutnya: mudik.

Perjalanan panjang. Tiket mahal. Macet parah. Terminal padat. Kereta penuh. Anak rewel. Koper berat.

Tapi tetap dijalani.
Dengan hati yang hangat.
Dengan senyum yang tulus.

Karena dalam satu momen itu, kita diingatkan:

Success means nothing if we can’t share it.
Pride means nothing if we can’t say sorry.
And home… is not a place. Home is people.


Kebersamaan yang Menyatukan Negeri

Lebaran tidak serta-merta menghapus semua masalah bangsa ini.
Ketimpangan masih ada.
Korupsi masih nyata.
Perpecahan—di dunia nyata maupun maya—masih sering terasa.

Tapi untuk satu waktu yang singkat, kita ingat:
Bahwa kita ini satu.
Bahwa kita ini saudara.
Bahwa kita ini punya akar yang sama.

Kita duduk bersama.
Kita makan bersama.
Kita ziarah bersama.
Kita nyambung lagi silaturahmi yang sempat renggang.

Dan di sana… sesuatu berubah.

Kita sadar, Indonesia—dengan segala kekacauan dan kompleksitasnya—masih berdiri di atas nilai-nilai yang mempersatukan kita:

Gotong royong.
Tenggang rasa.
Silaturahmi.
Maaf dan memaafkan.

Ini bukan sekadar tradisi.
Inilah kekuatan kita.


Lebaran Harus Lebih dari Sekadar Momen

Maka ketika Ramadan berlalu dan hari kemenangan tiba,
jangan biarkan semangat Lebaran hanya bertahan seminggu.

Jangan cuma saling memaafkan setahun sekali.
Jangan cuma terkoneksi saat mudik.
Jangan cuma bersih-bersih rumah—bersihkan juga hati.

Karena negeri ini tidak akan melaju hanya dengan teknologi atau ekonomi.

Indonesia maju setiap kali satu orang memilih rendah hati, bukan ego.
Memilih rekonsiliasi untuk lebih mendengar, bukan pembalasan.
Memilih bersama, bukan sendiri atau kepentingan kelompoknya.

Itulah yang Lebaran ajarkan.
Dan itulah yang paling kita butuhkan saat ini.

Jadi, ucapan Selamat Idulfitri, Eid Mubarak, atau cukup “Maaf ya…”—
biarlah kata-kata itu jadi pengingat bahwa hal paling kuat yang bisa kita lakukan sebagai manusia…
adalah pulang.

Pulang ke satu sama lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *