Standup Comedy, Privilege, dan Meritokrasi
Saya adalah penikmat standup comedy. (Baca: Setelah menyadari bahwa saya tidak bisa melakukannya, hahahaha, jadi cukuplah saya menjadi penikmat).
Selain sisi komedianya, saya suka standup comedy adalah karena contoh praktek paling jelas bagaimana meritokrasi itu seharusnya berjalan. Tidak ada anak seorang standup comedian atau pun keluarganya yang bisa menjadi standup comedian yang sukses hanya karena hubungan keluarga. Pasar dan penenoton yang menilai, kalau tidak lucu, ya tidak lucu. Kalau pake istilahnya Adam Smith, Free Market, pasar yang menilai, tanpa / sedikit intervensi dari pemerintah / orang yang berkuasa. Contohnya, menurut saya Pandji lucu, tetapi ketika istrinya, Gamila, mencoba standup, saya merasa kurang masuk humornya, dan saya rasa saya tidak sendirian merasakan itu, buat again, itu soal selera ya
Standup Comedy dan Meritokrasi
Dalam dunia yang meritrokasi, bisa dikatakan, semua orang bisa mencoba, dan siapa pun bisa berhasil. Tentu ada beberapa definisi Meriktrokasi, kalau mengutip Harvard Business Review, meritokrasi adalah sistem di mana penghargaan dan posisi didistribusikan berdasarkan bakat, usaha, dan pencapaian, bukan berdasarkan status sosial, kekuasaan atau kekayaan keluarga. Kembali ke standup comedy, di stand up comedy, meritrokasi ini sangat terasa karena penonton adalah hakim sejati yang menentukan apakah seorang komedian berhasil atau tidak. Seorang stand up comedy tidak bisa menyalahkan penontonnya kalau gak ada penonton yang tertawa, ya bisa jadi jokes yang dilontarkan ke penonton kurang relevan ke mereka, jadi mereka gak ketawa. Contoh jelas meritokrasi ini berjalan, bisa dilihat di Indra Jegel, Rigen Rakelna, Raditya Dika, dan banyak lainnya yang bukan siapa-siapa pada awalnya tetapi berhasil karena bakat, mental, keuletan dan kreatifitas mereka.
Standup comedy memiliki kekuatan untuk mengangkat derajat orang yang tidak memiliki privilege. Menurut saya, terdapat 3 jenis privilege, yaitu: ketampanan, kekayaan, dan kekuasaan. Setidaknya memiliki satu dari ketiga ini bisa menyelamatkan hidup seseorang. Contohnya, jika kamu tidak tampan dan tidak punya kuasa, tetapi kaya, hidupmu tetap terselamatkan. Atau jika kamu tampan saja, setidaknya setengah dari masalah hidupmu sudah terselesaikan.
Yono Bakrie dan Privilege
Ada satu standup comedian yang sangat saya hormati karena tidak memiliki ketiga privilege tersebut, yaitu Yono Bakrie.
Meskipun tanpa privilege dan disepelehkan di awal kompetisi, Yono Bakrie pada akhirnya berhasil pemenang kompetisi Stand Up Comedy Indonesia (musim 10). Entah sekuat apa mental orang ini, dan saya yakin di dunia di luar stand up comedy, dia juga pasti tak jarang disepelehkan dan dipinggirkan. Tapi, Yono berhasil menyeruak dari lembah kegelapannya.
Di final, ia tampil dengan sangat luar biasa, membuktikan bahwa tanpa privilege pun, seseorang bisa sukses di dunia standup comedy. Berikut video final Yono Bakrie
Karena tanpa privilege, standup comedy sering kali membawa keresahan dirinya yang sering kali mewakili masyarakat bawah yang sering kita abaikan. Standup comedy memberikan platform bagi suara-suara ini untuk didengar, mengangkat isu-isu yang relevan dan menghibur dengan cara yang jujur dan sering kali menggelitik. Bahkan menurut Forbes, humor dan komedi sering kali menjadi alat yang kuat untuk menyuarakan ketidakadilan dan membawa perhatian pada isu-isu sosial yang penting .
Kesuksesan Yono Bakrie adalah bukti nyata bahwa meritokrasi dalam standup comedy benar-benar bekerja. Dia tidak memiliki ketampanan, kekayaan, atau kekuasaan, namun dengan bakat dan kerja kerasnya, dia mampu menjadi pemenang.
Penutup
Standup comedy adalah contoh nyata bagaimana meritokrasi bekerja. Ini adalah dunia di mana bakat dan kerja keras menentukan sukses seseorang, bukan privilege. Melalui standup comedy, banyak orang yang tidak memiliki ketampanan, kekayaan, atau kekuasaan dapat mencapai kesuksesan dan mengangkat suara-suara yang sering kali tidak didengar. Bagi saya, ini adalah alasan utama mengapa standup comedy sangat menarik untuk selalu diikuti
1 comment