Stubborn
Kemarin saya menonton film 5 cm, overall bagus dan tidak mengecewakan meskipun tidak bisa dipungkiri membaca bukunya lebih mantab. Awalnya saya ingin menulis tentang 5 cm seperti yang diprediksi oleh teman saya putri via twitter. Tapi setelah sesi “curhat” dengan teman saya, akhirnya saya berubah pikiran untuk menulis sesuatu yang lain.
Saya bercerita mengenai project saya saat ini kepada teman saya, dimana saat ini saya dan tim saya benar-benar dalam posisi harus mengalah. Saya ceritakan panjang lebar ke teman saya tentang decision saya yang cenderung selalu menerima jika “disalahin” dan enggan “menyerang”. Dia cukup kaget dengan saya sekarang ini. Dia menanyakan Hatta yang pemberontak, keras kepala, suka ngeyel (Gak jarang sudah ngeyel, Salah), Gak mau kalah, Kemana semua itu? Saya berfikir sejenak, mereview lagi apa yang sudah saya lakukan, apakah tindakan mengalah saya benar? Sometimes saya merindukan sikap ngotot saya. Keras Kepala, bukan hal yang baik memang, tapi bukan hal yang buruk pula. Sikat keras kepala saya-lah yang mengantarkan saya sejauh ini, so tidak selalu keras kepala buruk.
Saya merenung cukup lama, memang kondisi saat ini bukanlah kondisi dimana saya lebih mengedepankan ego saya (baca : keras kepala). Saat mendapatkan problem yang besar di project ini, saya memutuskan untuk bermain “bertahan”. Lebih tepatnya bermain catenaccio (Strategi di sepakbola dimana tim bermain defensif). Beberapa penggemar sepakbola sangat membenci catenaccio, tapi saya sebaliknya. Saya sangat menyukainya, teringat saat euro 2000 dimana italy dilatih oleh dino zoff dengan catennacio berhasil lolos sampai final dan akhirnya kalah oleh perancis lewat golden goal yang diciptakan David Trezeguet. Beberapa orang bilang permainannya sangat membosankan, sebaliknya saya merasakan bahwa catennacio adalah hal terumit dalam sepakbola, seluruh pemain konsentrasi penuh dalam menjaga lawan dan kesabaran super ekstra dalam melakukan penyerangan. Jika saatnya dan timingnya tepat melakukan 1 serangan efektif.
Persis kondisi saat ini, saya tidak akan melakukan serangan yang “sia-sia”. Saya akan menunggu timing yang tepat dalam menyerang. Harus sabar memang, daripada saya harus memaksa “menyerang” dan berdampak pertahanan saya kacau saat dapat serangan
Post Comment