[Bahasa Bayi] Apa Itu Trump Tariff, dan Kenapa Indonesia Kena 32%?

Beberapa hari lalu, banyak dari kalian pasti sudah baca berita bahwa Amerika Serikat—lewat kebijakan yang dikenal sebagai Trump Tariff—baru saja menaikkan bea masuk produk import dari Indonesia yang masuk ke Indonesia jadi 32%. Tapi apa itu Tarif 32% ? Buat kalian belum bener-bener faham, let me (try to) explain pake “bahasa bayi” (istilahnya Ferry Irwandi)

Sebagai konteks, Sebelumnya, rata-rata tarif import barang-barang indonesia ke US cuma di bawah 5%. Jadi bayangin aja, barang yang tadinya laku di pasar Amerika, sekarang bisa jauh lebih mahal dan jadinya kurang kompetitif karena kenaikan tarif import. Otomatis, cuma dalam hitungan hari, bisa dijamin permintaan barang-barang di Indonesia bisa turun tajam.

Tapi pertanyaannya: kenapa kita bisa kena tarif setinggi itu?

Dulu, dunia dagang itu mainnya begini: kamu buka pasar, saya buka pasar. Kita saling untung. Indonesia bisa jual tekstil, furnitur, makanan laut, dan banyak produk lainnya ke Amerika. Tahun 2023, ekspor kita ke sana nilainya sekitar $23 miliar. Sementara dari Amerika ke kita, angkanya lebih kecil—sekitar $11 miliar.

Secara angka, kita surplus. Dan Amerika (Baca : Thrump) nggak suka itu.

Lalu mereka datang dengan ide “reciprocal tariff” alias “kalau kamu kenakan pajak, saya juga kenakan balik.”
Masalahnya, mereka nggak cuma hitung pajak.
Mereka hitung semuanya: aturan sertifikasi halal, kandungan lokal, izin usaha, sampai retensi devisa hasil ekspor (DHE SDA) yang kita pakai buat jaga stabilitas ekonomi.

Semua itu dikumpulin, dihitung sebagai “hambatan”. Dan di totalnya sebesar 64%. US berargumen bahwa mereka kasih “diskon” 50%, dan jadilah… bea masuk 32% buat produk kita.

Btw, negara lain juga kena ya. Tapi yang membedakan, mereka cepat ambil langkah, contohnya Vietnam: telepon, nego, kasih konsesi, dapet kesepakatan. Sementara kita? Fufufu…. tanpa Fafa ya :p Kayaknya masih memproses hehehe

Anyway, apa sih yang seharusnya pemerintah harus lakukan? Berikut my Annabel (Analisa Gembel)

Pertama, pemerintah harus aktif buka semua jalur diplomasi. Jangan tunggu. Jelaskan bahwa kebijakan kita bukan buat menutup pintu, tapi buat menjaga fondasi. Ekonomi yang stabil itu nggak cuma baik buat kita, tapi juga buat investor asing—termasuk dari Amerika.

Kedua, jangan terlalu bergantung ke satu pasar. Dunia ini luas. Kalau Amerika tutup, kita bisa buka ke Eropa (lewat CEPA), RCEP (yang sudah kita ikut), Timur Tengah, Afrika, bahkan Asia Selatan. Banyak yang butuh produk kita—dari udang, kayu, sampai sepatu dan kopi.

Ketiga, kita harus kompak.
Pemerintah nggak bisa kerja sendiri.
Pengusaha harus adaptif.
Media harus bantu rakyat ngerti.
Pengusaha dan Anak muda harus bantu ekspor naik kelas.
Dan kita semua—harus paham bahwa ini bukan urusan elite aja. Ini nyangkut hidup kita juga (di kemudian hari)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *