×

Penggusuran : menghilangkan kemiskinan dengan menghilangkan orang miskin

Saat berbicara mengenai penggusuran, pasti melibatkan banyak disiplin ilmu, dari mulai ekonomi maupun humanity. Penggusuran sendiri sangat debatable karena disatu sisi hal itu diperlukan untuk mengatur suatu daerah agar lebih rapi, tapi di sisi lain jika tidak dilaksanakan dengan sistematis akan menyebabkan konflik vertikal. Ada hal menarik yang saya temukan mengenai penggusuran. Di amerika, terdapat jutaan kasus penggusuran di setiap tahunnya. Padahal pada tahun 1920-an kasus penggusuran jarang terjadi, bahkan saat Great Depression sekalipun [1]. Sehingga saya bertanya-tanya, apa yang menyebabkan penggusuran sering terjadi padahal ekonomi negara (baca : US) saat ini lebih baik dari era itu?  Tentu membutuhkan multi disiplin untuk melihat fenomena itu, jadi jika ada yang punya perspektif mengenai fenomena tersebut, boleh di-share.

Anyway, itu tadi hanya intermezzo kegelisahan saya yang belum menemukan jawabannya saja. Kembali ke topik penggusuran. Definisi penggusuran disini adalah memindahkan suatu masyarakat dari tempat asalnya yang jaraknya cukup jauh, jadi beda dengan menggeser. Kenapa di judul saya menyebutkan bahwa menggusur adalah solusi, terutama untuk kasus di Jakarta. Karena dengan menggusur masyarakat marginal, pemprov Jakarta bisa mendapatkan dua benefit sekaligus. Yang pertama adalah lokasi penggusuran itu bisa ditata ulang secara leluasa oleh pemprov Jakarta sehingga daerah kumuh tersebut (yang sering mengacuh pada tempat tinggal masyarakat marginal) bisa dibuat lebih cantik dan bisa dialih fungsikan yang bisa memberikan benefit lain. Benefit yang kedua adalah pemprov Jakarta secara tidak langsung memberikan kesan bahwa jakarta tidak ramah terhadap kaum marginal sehingga kaum marginal yang mencoba untuk masuk ke jakarta akan berfikir ulang. Dampaknya, urbanisasi ke Jakarta pasti akan menurun. Hal ini cukup beralasan, umumnya orang yang ingin pindah ke kota besar memiliki berbagai alasan seperti : menginginkan pendapatan yang lebih besar, berharap mendapatkan pendidikan lebih baik dan fasilitas kesehatan [2].  Saya lebih suka menyebut solusi ini dengan : menghilangkan kemiskinan dengan menghilangkan orang miskin

However, menggusur bukanlah perkara mudah karena efeknya tidak hanya mengenai “hilang rumah dan tanah saja”. Tetapi juga anak-anak akan kehilangan “akses mudah” ke sekolahannya dan juga membutuhkan waktu dan uang untuk establish rumah baru [1]. Beruntung, pemprov Jakarta peka dengan hal ini sehingga mereka memindahkan mereka  ke rusun dan menyediakan bus gratis [3]. Tetapi masalah tidak berhenti disitu karena ternyata terdapat beberapa kasus yang menunjukkan bahwa mereka menunggak sewa rusun. To be fair, ada dua kemungkinan mereka menunggak, bisa karena harga sewa terlalu mahal atau memang mereka tidak punya awareness untuk membayar. Apapun kemungkinannya, hal itu tidak lah berdampak baik, karena mereka akan cenderung pindah ke lingkungan yang lebih miskin pasca diusir karena menunggak biaya sewa [1]. PR besar yang harus dihadapi oleh pemprov Jakarta, karena jika gagal menyelesaikan ini maka pemprov jakarta hanyalah memindahkan titik kemiskinan bukan menghilangkan

Solusi alternatif lain adalah “menghilangkan orang miskin dengan menghilangkan kemiskinan”. Solusi ini adalah dengan meng-empower-ing orang miskin tersebut sehingga orang miskin tersebut mempunyai kemampuan memperbaiki kualitas hidupnya (baca : membuat tidak miskin lagi). Caranya : bisa melalui meningkatkan pendidikan “anak orang miskin”, memberikan peluang kerja, meng-improve kehidupan mereka, dan memperbaiki fasilitas  kesehatan. Memang solusi ini bukanlah solusi simsalabim, butuh investasi dan keterpihakan pemerintah kepada rakyat miskin dalam kurun waktu yang tidak sebentar (baca : sangat lama). Dengan kata lain, melakukan investasi disini bukanlah hal yang mudah, dan kurang menarik di mata investor. Pertanyaan selanjutnya apakah bisa ? Lagi-lagi Saya mengutip perkataan pak presiden jokowi :

Ada Kemauan Tidak? Itu Saja

Selain kendala internal, jangan lupa dengan eksternal. Dengan difasilitasi-nya rakyat miskin, maka secara otomatis masyarakat miskin di luar Jakarta akan ngiler  untuk dapat merasakan fasilitas itu juga. Kalau sudah begini bagaimana? masalah ini tidak akan bisa dihandle pemprov Jakarta seorang diri, butuh campur tangan pemerintah pusat. Melalui apa? Kalau menggunakan teori mainstream, maka jawabannya adalah pemerataan ability daerah, dari bidang ekonomi, pendidikan dan bidang lainnya. Memang cukup naive untuk bisa sampai disitu, karena faktanya selalu ada big cities di setiap negara, dan masyarakat (di penjuru dunia manapun) memiliki kecenderungan untuk pindah ke kota besar, entah karena alasan ekonomi atau gengsi. Memang masalah ini belum bisa sepenuhnya terselesaikan, tetapi bukan berarti tidak akan pernah bisa diselesaikan.

 

[1] Desmond, M. (2016). Evicted: Poverty and profit in the American city. Broadway Books.

[2] Desmond, M. (2012). Eviction and the Reproduction of Urban Poverty 1. American Journal of Sociology, 118(1), 88-133.

[3] http://news.detik.com/berita/3022154/kabar-gembira-mulai-hari-ini-pemilik-kartu-huni-rusun-bisa-naik-transj-gratis

Post Comment