×

The Political Compass: Memahami Spektrum Politik Sebuah Negara

Banyak dari kita sering mendengar istilah orang kiri atau orang kanan dalam konteks politik, apalagi pas deket-deket pemilu. Tapi sebenarnya apa sih Kiri dan Kanan di dunia per-politikan?

Asal Usul Istilah Kiri dan Kanan dalam Politik

Istilah “kiri” dan “kanan” yang sering kita dengar dalam politik sebenarnya berasal dari era Revolusi Prancis pada tahun 1789–1799. Di masa Revolusi Prancis, “kanan” mendukung aristokrasi, gereja, dan kekuasaan monarki. Mereka cenderung konservatif, ingin mempertahankan tatanan sosial yang ada, dan umumnya menentang perubahan radikal yang diusulkan oleh “kiri”. “Kiri” saat itu mendukung rakyat jelata, republik, dan hak-hak individu. Mereka mengadvokasi perubahan radikal terhadap tatanan sosial yang dianggap menindas.

Perubahan Makna Kiri dan Kanan

Namun, Seiring berkembangnya kapitalisme, terutama pada abad ke-19 dan ke-20, fokus politik bergeser dari konflik antara aristokrasi dan rakyat menuju konflik antara kelas kapitalis (pemilik modal) dan kelas pekerja. Perubahan ini terjadi karena perubahan struktur ekonomi dan sosial. Sebelumnya ariktorasi yang mendominasi keputusan politik dan sosial, sekarang kapitalisme mulai mendominasi. Sehingga, perdebatan politik tidak lagi berfokus pada aristokrasi versus rakyat, tetapi pada bagaimana kekayaan dan kekuasaan ekonomi harus dikelola. Di sinilah makna “kiri” dan “kanan” mengalami perubahan besar.

  • Kiri berargumen bahwa negara harus memainkan peran besar dalam ekonomi untuk memastikan keadilan sosial dan redistribusi kekayaan. OIeh sebab itu, Kiri lebih sering diidentifikasi dengan sosialisme, nasionalisasi, dan kontrol negara atas ekonomi. Ini karena “kiri” sekarang lebih banyak mendukung redistribusi kekayaan, pengurangan ketidaksetaraan, dan perlindungan kelas pekerja dari eksploitasi kapitalis.
  • Kanan berpendapat bahwa pasar bebas dan kepemilikan pribadi adalah cara terbaik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi. Oleh sebab itu, “kanan” identik dengan kapitalisme, privatisasi, dan pasar bebas. “Kanan” mendukung kepemilikan pribadi atas aset ekonomi dan lebih sedikit campur tangan negara dalam urusan ekonomi, yang dianggap akan mendorong efisiensi dan inovasi.

Di politik Amerika, partai Kiri diwakili oleh Partai Demokrat. Dalam spektrum politik Amerika, kebijakan-kebijakan kiri cenderung mendukung peran aktif pemerintah dalam mengatur ekonomi dan melindungi hak-hak individu (Liberalisme).

Sebaliknya, Partai Republik, sering dianggap sebagai partai “kanan” karena fokus mereka pada konservatisme, yang menekankan pada nilai-nilai tradisional, pasar bebas, dan peran minimal pemerintah dalam kehidupan individu. Dalam konteks ekonomi, mereka lebih mendukung privatisasi dan mengurangi peran pemerintah dalam mengatur ekonomi. Sementara dalam konteks sosial, mereka seringkali mendukung kebijakan yang mempertahankan nilai-nilai tradisional.

Namun, use case di Amerika tidak cukup mengcover fenomena kiri-kanan di berbagai Negara / Wilayah. Oleh sebab itu, muncullah Political Compass yang lebih komprehensif dalam mendefiniskan spektrum politik sebuah negara, nanti kita akan mengenali istilah Liberal Conservatism, Right-Wing Authoritarianism, Progressive Liberalism, dll

Dalam Political Compass, sumbu kiri-kanan tidak merujuk pada orientasi politik dalam pengertian tradisional, tetapi pada kebijakan ekonomi dan peran negara dalam mengontrol hak warga negara (Hak Individu)

  • Kebijakan ekonomi dibagi menjadi dua, yaitu :
    • Kiri = nasionalisasi
    • Kanan = privatisasi
  • Peran negara dibagi menjadi dua, yaitu :
    • Liberal = semua hak terletak pada individu,
    • Otoritarian = negara memiliki tingkat kontrol yang tinggi atas warganya.

Posisi Negara-Negara di Dunia

Setiap negara memiliki pendekatan yang unik dalam mengelola ekonomi dan hak-hak warganya, dan hal ini dapat dipetakan dalam Political Compass. Misalnya, Amerika Serikat, yang sering disebut sebagai benteng liberalisme, sebenarnya berada di posisi kanan dengan pendekatan kapitalisnya yang kuat, namun tetap mempertahankan kebebasan individu. Berbeda lagi dengan China, negara ini menggabungkan kontrol negara yang ketat dengan sistem ekonomi terpusat, menempatkannya di sisi kiri dan otoritarian.

Di sisi lain, Belanda, yang terkenal dengan kebijakan sosial progresif dan penghargaan terhadap hak-hak individu, menempati posisi kiri-liberal, mencerminkan pendekatan mereka yang lebih terbuka dan egaliter. Sementara itu, Rusia, dengan sejarah panjang kontrol negara yang kuat dan kapitalisme oligarkis, berada di kanan-otoritarian.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Negara kita memiliki campuran antara kebijakan ekonomi yang berusaha merangkul pasar bebas, namun tetap mempertahankan elemen kontrol negara dalam banyak aspek kehidupan publik. Di mana kira-kira posisi Indonesia di peta politik ini? Apakah kita lebih dekat dengan negara-negara seperti Jepang yang konservatif-liberal, atau mungkin lebih mirip dengan Malaysia yang berada di kanan-otoritarian? Jadi, coba tebak, sebelum scroll ke bawah.

Faham Indonesia adalah Conservative Populism. Hal ini, karena Indonesia memiliki ekonomi campuran dengan elemen pasar bebas, namun tetap mempertahankan kontrol negara dalam beberapa aspek penting, terutama dalam regulasi sosial dan agama. Pemerintah sering menggunakan kebijakan populis untuk menjaga stabilitas politik dan mendapatkan dukungan publik. Ini menempatkan Indonesia dalam spektrum Conservative Populism.

Bagaimana dengan negara lain? berikut adalah posisi beberapa negara berdasarkan Political Compass :

  1. Amerika Serikat – Liberal Conservatism. Alasan: Amerika Serikat dikenal dengan ekonomi pasar bebas yang kuat, di mana privatisasi dan kapitalisme mendominasi. Meskipun demikian, ada penghargaan tinggi terhadap kebebasan individu, yang menjadikan AS sebagai negara yang cenderung liberal dalam hak-hak sipil dan kebebasan berbicara. Kombinasi antara kebijakan ekonomi kanan dan nilai-nilai sosial yang liberal menempatkan AS dalam spektrum Liberal Conservatism.
  2. Prancis – Social Liberalism. Alasan: Prancis memiliki sejarah panjang dalam menerapkan kebijakan sosial yang kuat, seperti layanan kesehatan universal dan pendidikan publik yang inklusif. Pada saat yang sama, Prancis juga mendorong kebebasan individu dan hak-hak sipil, yang membuatnya berada di spektrum Social Liberalism. Prancis menggabungkan elemen ekonomi kiri dengan komitmen terhadap hak-hak individu, menjadikannya negara dengan kebijakan sosial yang progresif namun tetap mendukung ekonomi pasar.
  3. Belanda – Progressive Liberalism. Alasan: Belanda terkenal dengan kebijakan sosial yang progresif dan penghargaan tinggi terhadap hak-hak individu. Negara ini menerapkan ekonomi berbasis sosialisme demokratik yang kuat, dengan fokus pada kesejahteraan sosial, keadilan ekonomi, dan kebebasan individu. Ini menempatkan Belanda dalam spektrum Progressive Liberalism.
  4. Rusia – Right-Wing Authoritarianism. Alasan: Rusia saat ini memiliki ekonomi yang didominasi oleh kapitalisme oligarkis, di mana sebagian besar kekayaan dan kekuasaan ekonomi terkonsentrasi pada segelintir individu. Selain itu, pemerintahan Rusia terkenal dengan kontrol negara yang ketat atas kebebasan sipil dan politik. Kombinasi antara kebijakan ekonomi kanan dan otoritarianisme menjadikan Rusia sebagai negara Right-Wing Authoritarianism.
  5. China – State Socialism. Alasan: China menggabungkan ekonomi terkontrol negara dengan elemen pasar bebas, namun dengan kontrol negara yang sangat ketat atas kehidupan politik dan sosial warganya. Meskipun ada beberapa aspek kapitalisme, partai komunis China memegang kendali penuh atas kebijakan ekonomi dan politik. Ini menempatkan China dalam spektrum State Socialism.
  6. Jepang – Liberal Conservatism. Alasan: Jepang memiliki ekonomi pasar bebas dengan peran negara yang signifikan dalam regulasi dan intervensi ekonomi. Meskipun demikian, Jepang juga menekankan nilai-nilai tradisional dan kebijakan sosial yang konservatif, terutama dalam hal keluarga dan pendidikan. Jepang berada di spektrum Liberal Conservatism karena kombinasi antara kapitalisme dengan nilai-nilai sosial yang konservatif.
  7. Korea Selatan – Liberal Conservatism. Alasan: Seperti Jepang, Korea Selatan memiliki ekonomi pasar bebas yang maju dengan beberapa intervensi pemerintah. Negara ini juga menghargai hak-hak individu, namun tetap mempertahankan beberapa nilai sosial yang konservatif. Korea Selatan berada di spektrum Liberal Conservatism.
  8. Korea Utara – Totalitarian Socialism. Alasan: Korea Utara adalah contoh negara dengan kontrol negara total atas ekonomi dan kehidupan sosial-politik. Semua aspek kehidupan diatur oleh pemerintah, tanpa adanya ruang untuk hak-hak individu atau kebebasan pasar. Ini menempatkan Korea Utara dalam spektrum Totalitarian Socialism.
  9. Singapura – Authoritarian Capitalism. Alasan: Singapura adalah contoh negara dengan ekonomi pasar bebas yang sangat maju, namun dengan kontrol negara yang ketat atas kebijakan sosial dan politik. Pemerintah Singapura memiliki pengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk regulasi sosial dan media. Kombinasi ini menempatkan Singapura dalam spektrum Authoritarian Capitalism.
  10. Malaysia – Right-Wing Populism. Alasan: Malaysia memiliki ekonomi campuran yang mendukung pasar bebas namun tetap mempertahankan beberapa elemen kontrol negara, terutama dalam isu-isu sosial dan agama. Pemerintah Malaysia sering menggunakan kebijakan populis untuk menjaga stabilitas politik, yang membuatnya berada di spektrum Right-Wing Populism.

Post Comment