Cerita Tanpa Batas (Pilot – Semester 1)
Sejujurnya Cerita ini saya buat dalam keadaan yang kurang baik. Dimana saya harus memutuskan/kemungkinan besar tidak bisa menghadiri acara pernikahan sahabat-sahabat saya karena ada project yang sedang go live, dan sebagai PM benar-benar imposible untuk saya tinggalkan. Selain itu proposal indigo dan Berita Acara Go Live yang belum tersentuh semakin membuat saya semakin merasa cukup pusing. Dan satu lagi PORSE, sebagai koordinator KSB, saya kurang begitu maksimal memberikan support, dalam kasus ini sukses melengkapi rasa kurang baik dan rasa bersalah saya.
Awalnya cerita ini saya buat dengan rasa cukup bimbang, berat rasanya menulis cerita ini karena hal yang saya takutkan dengan menulis cerita diri sendiri adalah kita dianggap show off atau menyakiti hati orang lain secara sengaja maupun tidak sengaja. Setelah membaca mestakung-nya mas nauval, cerita kuliah mas angga dan cerita barbel 2 kg-nya ulpe. Akhirnya saya bulatkan untuk memulai menulisnya, memang tidak sesuai rencana awal yaitu menulisnya di itskbsi.wordpress.com saya lebih memilih menulisnya di tempat sampah saya sendiri.
Kalaupun jadi sampah, minimal sampah ini tidak mengotori halaman orang lain maupun halaman bersama
Semester satu
Seperti maba-maba ITS pada umumnya saat itu kita mengikuti manage dan yang pasti kepala kita harus rela digundul, dibentak-bentak, dijemur. Saat itu benar-benar masa yang kurang sesuai dengan hati nurani saya, bukan karena gundul atau dibentak-bentaknya karena saya pernah merasakan lebih keras dari itu.
Yang membuat saya kurang sreg adalah tujuan manage katanya baik tapi kenapa dilakukan dengan cara yang menurut saya kurang baik
Saya masih ingat pada malam manage hari ke-3, kita mengadakan pertemuan di rumah winda, saat itu banyak yang setuju jika manage ini buang-buang waktu dan tidak ada gunanya. Tetapi entah kenapa dan bagaimana kami bisa mengeluarkan keputusan yang saya rasa bijaksana *cie-elah* kami berikrar
Jika tidak suka lawanlah dan rubahlah, karena lari hanyalah jalan pengecut
Dan baru ini saya tersadar jalan keluar menghadapi masalah yang paling baik adalah dengan melaluinya. Hari demi hari kita lalui, bagaimana saat itu ikhram, alda dan saya berada di tempatnya alda membuat keplek untuk 1 angkatan dengan alasan jika membuat sendiri-sendiri hasilnya tidak akan sama, point penting yang saya ingat dari ikhram, dia sama sekali tidak tidur untuk menyelesaikan keplek (tidak tidur != tidur sedikit). Saya cuma berfikir gila juga nih orang, sama sekali tidak tidur karena saat itu saya dan alda tidur secara bergantian. Inilah salah satu alasan saya dulu kenapa saya tidak mau menerima mandat menjadi komting, karena saya merasa tidak lebih hebat dari ikhram selain itu faktor janji. Dan saya cukup mensyukuri keputusan saya saat itu karena saya bukanlah tipe orang yang cocok memimpin angkatan saya dengan tipikal fun ïŠ
Manage usai, step selanjutnya camp ke cuban rondo. Banyak momen-momen yang tidak akan terlupakan, dari mulai kotoran hidung yang hitam dan sudah menggumpal *huekss*, tidur dengan masih menggunakan peralatan lengkap masih di badan karena takut senior membangunkan secara tiba-tiba, dll. Tapi saya kira yang masih terkenang di benak teman-teman se-angkatan saya adalah
Hatta masuk tenda
Baiklah saya akan klarifikasi kenapa saya tidak mau masuk tenda
1. Saat itu dari maba lain cerita jika bakal ada waktu SC bakalan dikeroyok warga, saya merasa udahlah capek juga kalau ada acara keroyokan lagi. Jadi saya berinisiatif berada di luar tenda untuk menggagalkan persiapan acara tersebut. Dan ternyata saya sotoy :p
2. Kita (gerlahong) telah berkomitmen untuk tetap di luar tenda, karena sebelumnya senior mengatakan kalo kita hanyalah segerombolan orang yang tidak punya komitmen. Saya hanya ingin membuktikan saja kalau kita berkomitmen *sok – jangan ditiru*
Pada penutupan camp kita dilantik di air terjun cuban rondo yang dinginnya kayak setan (pinjam istilahnya mas kiki). Setelah selesai semua kita akhirnya pulang dengan rasa bangga karena telah menjadi warga, tapi saya masih berfikir apa sih gunanya ini semua, apa sih gunanya kami ditekan, apa sih gunanya dibentak kan ada cara lebih halus dengan memotivasi atau dengan bicara baik-baik.
Akhirnya saya mendapatkan jawabannya saat kuliah pak Rully Soelaiman, beliau berkata :
Manusia itu seperti air, dipanaskan (berada dalam kondisi tertekan) dahulu agar bisa mengeluarkan potensi terbaiknya. Bayangkan kamu di hutan belantara yang sangat gelap dan dibelakangmu ada serigala yang siap memangsamu, apa yang akan kamu lakukan? Kamu pasti akan berlari dan tanpa kamu sadari kamu akan berlari melebihi orang tercepat di dunia sekalipun
Akhirnya saya cukup menghela nafas, inilah inti dari semuanya. Unlimited Vision, unlimited creativity. Unlimited, tanpa batasan. Kita dilatih untuk melewati batasan yang ada (sebenarnya batasan yang kita buat sendiri). Membongkar dan meluluhlantahkan kata tidak bisa, karena bagaimana mungkin kamu tidak tidur dan keesokan harinya harus dijemur lagi, bagaimana mungkin kamu harus melawan dinginnya cuban rondo, bagaimana mungkin kamu harus begadang karena dalam sejarah hidupmu jam 10 adalah batas maksimal untuk tidur, bagaimana mungkin? sayangnya itu mungkin terjadi jika kita mau melawaan batasan itu
Kata itu masih saya pegang sampai sekarang. Dimana kata itu membawaku sampai sejauh ini, membawaku berada di kondisi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Kondisi dimana membuat saya memiliki
Mimpi liar tanpa batasan
Menggeliat di otakku, mendidihkan darah saat gagal, menggebrak kata tak bisa walaupun tahu keputusasaan siap menantimu kapan saja dan dimana saja. Dan saat saya terbangun pada akhirnya hanya tuhanku lah batasannya. Dan mulai saat itulah saya membuka lembaran buku baru yang berisikan Cerita Tanpa Batas
Cerita tambahan :
Penilaian saya terhadap beberapa mala saat itu
1. Orang yang paling saya anggap menyebalkan : mas dian wahyu, mas kadek dan mas Bram
2. Orang yang paling bersahabat : mas pri ïŠ
3. Orang yang saya anggap paling bijaksana : mas Poleng
Bersambung Cerita Tanpa Batas (Anonims – Semester 2)
Jakarta, 29-10-2011
Post Comment