×

Kenapa Negara Barat Maju ?

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, mengapa masih ada negara yang kaya dan negara yang miskin? Mengapa kesenjangan pendapatan dan sosial antara negara kaya dan negara miskin bisa sangat jauh berbeda, sampai-sampai eksistensi negara miskin dibayangi oleh cap Negara Gagal?

Sebagai contoh, lihat saja negara Korea. Walau mereka sama (baik dari segi budaya, suku, ras, dan etnik), situasi kehidupan antara Korea Utara dan Korea Selatan sangat jauh berbeda. Saat ini, Korea Utara termasuk ke dalam deretan negara paling miskin di dunia berdasarkan pendapatan per kapitanya. Warganya hidup melarat dan dicekam oleh rezim pemerintahan yang otoriter. Sementara itu, warga Korea Selatan hidup makmur sejahtera dan dilindungi oleh pemerintah yang responsif serta mengayomi seluruh kebutuhan warganya. Pun bisa menjadi negara di benua Asia yang berhasil mencengangkan dunia dengan pertumbuhan ekonominya dalam satu dasawarsa ini.

Contoh lain, mari kita tengok ke benua Afrika. Bostwana kini dinilai sebagai salah satu negara Afrika yang berhasil mengembangkan perekonomiannya. Sementara negara-negara tetangganya yang lain seperti Zimbabwe, Kongo, dan Sierra Leone masih berkecamuk dengan bencana kelaparan, perang saudara, tindak kekerasan oleh pemberontak, tekanan politis oleh pemerintah, serta belitan kemiskinan yang tak pernah usai.

Tak hanya itu, kita tentu masih ingat dengan Uni Soviet yang pada dekade 1960-1970-an berhasil membuat negara-negara Barat ketar-ketir dengan kedigdayaannya. Soviet bahkan sanggup bersaing dengan blok Barat dalam hal inovasi dan teknologi saat terjadi Perang Dingin. Bahkan Soviet diramalkan bisa mengalahkan blok Barat. Tapi mengapa semua kejayaan gemilang itu mendadak runtuh saat memasuki dekade 90-an, sehingga membuat Soviet menjadi negara gagal yang tercerai-berai dan rakyatnya terjebak dalam belitan kemiskinan hingga sekarang? Apakah yang menyebabkan kesenjangan antara negara miskin dan kaya begitu semakin lebar? Ada beberapa teori yang cukup populer untuk menjawab pertanyaan tersebut

Geography Hypothesis

Ini adalah teori yang paling populer, teori ini pertama kali dikemukakan oleh Jared Diamond di bukunya yang berjudul Guns, Germs, and Steel. Dia beragumen bahwa Environments and geography determine the political institutions of a certain region

Environments and geography determine the political institutions of a certain region

Diamond memulai dengan menjelaskan mengapa Eurasian civilizations telah hidup lebih lama daripada peradaban lain yang ada di dunia, Diamond melihat pada teknik pertanian yang berbeda di setiap letak geografis. Misalnya, karena perbedaan latitudinal antara benua Eurasia dan Amerika / Afrika, benua-benua Eurasia memiliki rentang longitudinal besar sementara Amerika / Afrika benua yang membujur sempit, sehingga Eurasia cenderung lebih mudah untuk menyebarkan jenis produk pertanian yang sama dan hewan peliharaan seperti gandum, sapi dan kuda. Di sisi lain, benua Afrika dan Amerika, karena perbedaan memanjang dari berbagai daerah, sulit untuk menyebarkan jenis  produk pertanian dan hewan peliharaan yang sama. Karena perbedaan ini, orang di benua Eurasia lebih mungkin untuk mengembangkan sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat dan dengan demikian peradaban mereka lebih mungkin untuk bertahan hidup. Selain itu Diamond mengatakan bahwa penyakit tropis, khususnya malaria, memiliki konsekuensi yang sangat merugikan bagi kesehatan dan karena itu menurunkan produktivitas tenaga kerja. Tak heran bila tempat-tempat yang beriklim sejuk memiliki keuntungan relatif atas daerah-daerah tropis.

Filsuf Perancis, Montesquieu juga memiliki pendapat yang sama mengenai faktor geografis.  Orang-orang di iklim tropis cenderung malas dan kurang memiliki rasa ingin tahu. Mereka tidak bekerja keras dan tidak inovatif, dan ini adalah alasan mengapa mereka miskin. Montesquieu juga menambahkan dengan menjelaskan fenomena institusi politik dengan melihat faktor geografis dengan menyatakan orang yang malas cenderung dikuasai oleh para penguasa otoriter. Tidak heran demokrasi susah bertumbuh kembang di daerah tropis.

Namun sayangnya teori ini tidak mampu menjelaskan kesenjangan antara negara kaya dan miskin setelah tahun 1500. Teori tersebut tidak juga dapat menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi antara dua tempat dengan kondisi geografis yang mirip atau sama, seperti Nogales, Sonora dan Nogales, Arizona; Korea Utara dan Korea Selatan; Jerman Timur dan Jerman Barat. Sebagai perbandingan, faktor geografis tidak memiliki sekuat daya penjelas sebagai faktor institusional. Terutama di era modern saat teknologi canggih tersedia secara luas, selain itu alasan mengapa Equatorial Guinea atau Sierra Leone masih menderita penyakit seperti Malaria, hali ini disebabkan bukan karena cuaca, tetapi dikarenakan lembaga di negara tersebut miskin.

Culture Hypothesis

Salah satu pencetus argumen ini adalah Max Weber. Max Weber dalam bukunya Protestant Ethics and the Spirit of Capitalism menyatakan bahwa Protestant Ethics adalah salah satu faktor terpenting bagi munculnya kapitalisme. Protestant Ethics menjelaskan revolusi industri dan economic boom di Eropa Barat. Berbeda dari keyakinan Kristen sebelumnya, keyakinan protestan memotivasi orang untuk bekerja keras dan dengan demikian secara kolektif memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, beberapa teori juga mengklaim bahwa Afrika, budaya Asia dan penduduk asli Amerika tidak dapat memiliki nilai-nilai untuk dapat memotivasi orang bisa berinovasi dan bekerja keras, karena hal itu peradaban mereka  lebih tertinggal.

Namun, sayangnya teori ini tidak mampu menjelaskan economic miracle di Asia. Meskipun Konfusianisme memiliki hirarki sosial dan nepotisme, pada kenyataannya hal yang berhubungan dengan budaya etos kerja yang tinggi digunakan semaksimal mungin ke dalam dunia industri di beberapa negara-negara yang menyebabkan terjadi economic boom di Hong Kong, Taiwan dan Singapura serta baru-baru ini pertumbuhan ekonomi yang pesat juga terjadi di Cina. Selain itu, teori ini tidak dapat menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi antara dua tempat yang memiliki budaya yang sama, seperti antara Korea Utara dan Korea Selatan, di mana budaya pada dasarnya homogen semenjak Perang Korea. Pada dasarnya bahwa budaya sampai batas tertentu dibentuk oleh lembaga-lembaga politik. Misalnya, budaya pekerja keras di masyarakat Konghucu seperti Korea Selatan dan Cina dibentuk oleh struktur insentif dari negara. Oleh karena itu, budaya adalah efek, bukan penyebab.

Ignorance Hypothesis

Teori ini dicetuskan oleh Lionel Robbins. Teori ini berfokus pada kegagalan pasar sebagai penyebab kurang majunya atau lambatnya pembangunan ekonomi. Salah satu indikasi adalah bagaimana sebuah pemimpin dapat mengatur distribusi sumber daya yang mereka miliki. pemimpin disini memiliki peran penting dalam mengalokasikan sumber daya untuk memajukan perekonomian mereka. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang lambat dihubungkan dengan ketidakmampuan pemimpin dalam menentukan keputusan yang benar sehingga dapat mengalokasikan sumber daya ekonomi dengan baik. Contoh kasus, presiden Ghana, Kwame Nkrumah, fokus kebijakannya  adalah hanya pada pengembangan industri di negara itu, yang ternyata  hasilnya menjadi bencana bagi perekonomian. Kemudian dilanjutkan oleh Kofi Abrefa Busia, yang dimana telah mengetahui kesalahan Nkrumah, akan tetapi  Kofi Abrefa Busia masih melakukan kebijakan ekonomi ekspansif yang sama, bukan karena dia tidak tahu apa kebijakan itu baik atau buruk tetapi karena ternyata desain kelembagaan di Ghana mendorongnya untuk melakukan hal itu.

Contoh ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa menyederhanakan faktor Ignorance, sehingga hal itu tidak bisa memberikan penjelasan yang memuaskan mengapa negara-negara gagal. Pertama, teori ini hanya mengasumsikan niat baik dari para penguasa, mengabaikan kemungkinan bahwa para penguasa sengaja melaksanakan keputusan ekonomi yang buruk untuk kepentingan pribadi. Kedua, jika ketidaktahuan seorang pemimpin adalah penyebabnya, maka dengan memiliki pemimpin yang lebih baik dan tidak bodoh negara akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Namun, hal ini tidak terjadi, seperti yang kita amati di sebagian besar negara.

Jadi dari 3 teori tersebut memiliki cela dalam argumennya, sehingga tidak bisa dijadikan patokan “Bagaimana negara yang maju”. Apa kamu punya pendapat lain? Yuk kita diskusi bareng di kolom komentar

src : Why Nations Fail

1 comment

Post Comment