Belajar, 8-9-2018

Awalnya buku ini terbit agar orang lain bisa belajar dari kisah-kisah di buku ini, tapi sebaliknya saya lah yang banyak belajar memaknai semua ini, sebuah refleksi.


Jauh sebelum hari ini, buku ini ada hanya karena ingin menunaikan janji kepada penulis-penulis yang di buku jilid pertama tidak punya banyak kesempatan melakukan revisi. Selain itu, pada dasarnya saya sudah tidak ada cukup motivasi melanjutkan buku ini, karena saya sudah selesai dengan kehidupan di luar negeri. Toh, sebenarnya, saya yakin kalaupun saya tidak menunaikan janji ini, beberapa penulis juga ‘mungkin’ tidak mengungkitnya lagi, tapi janji adalah janji, yang memang harus ditepati. Janji, pelajaran pertamaku dalam pembuatan buku ini.

Pelajaran kedua adalah visi, sebuah perbincangan dengan Dewa dan Hanif di tengah malam menggiring buku ini pada sebuah visi, bahwa cukuplah kuliah di luar negeri menjadi hegemoni selebrasi yang minim isi. Dengan membawa semangat pengabdian kolaborasi, kedua orang itu memberikan nyawa tersendiri untuk buku ini.

Selanjutnya, di dalam pembuatan buku ini, saya sangat beruntung ditemani (hingga saat ini) oleh teman sepemikiran yang sangat full supportiveĀ  Dinda Milia , orang yang selalu memberikan dukungan tanpa henti Intan Irani dan Pandu Manggala (padahal kita pernah bersebrangan visi) dan editor yang selalu memberikan energi positif Aninta Kanila . Dan orang-orang yang dengan suka rela menawarkan diri membantu merevisi Icha bilal, Annisa Triyanti dan Gracia Paramitha. Adi Hersuni dan Nindi SW yang urun hati dalam mengkonsep acara ini. Dan Dear Fariza yang bersedia menjadi moderator untuk berkolaborasi. Tak lupa, di detik-detik terakhir, Fadjar Mulya menyempatkan untuk mengisi acara ini. Maka pelajaran ketiga adalah tentang ketulusan hati.

Pelajaran keempat, ini tentang kesiapan diri. Pada hari launching buku ini, mungkin beberapa orang melihat hal biasa bangku sudah penuh terisi dan buku terjual habis dalam sehari. Tapi bagi saya ini adalah sebuah akumulasi, saya beri respek kepada Dinda Milia lagi, kita sama-sama sibuk dengan pekerjaan utama kami yang tak kenal waktu dan hari, tetapi semangat kolaborasi ternyata bisa saling melengkapi. Bersama dia, memborbardir social media dari pagi hingga tutup hari. Di dalam dunia publikasi, kita percaya sebuah acara akan berhasil dengan sebuah promosi yang tersusun rapi dan juga konsistensi.

Pelajaran terakhir hari ini adalah berdamai dengan diri sendiri, yang ternyata diri ini belum siap jika harus berdiri tanpa persiapan yang mumpuni. Belum bisa memberikan respon yang berarti kepada orang yang baru ditemui, bukan karena tinggi hati, karena memang belum mampu untuk selalu bisa memberikan kesan positif untuk pertemuan pertama kali. Tapi sudahlah, hari ini sudah terlewati, saatnya memaafkan diri, dan bersiap untuk untuk belajar lagi.

Post Comment