antara idealisme, mimpi dan egois
Mimpi cuma hanya bisa diraih dengan sebuah idealisme, mimpi berasal dari imajinasi2. dan imajinasi lebih berharga dari sebuah ilmu pasti (albert einsten).
Dalam hidup ada dua jalan… Mo jadi idealis atau realistis… Seperti semua jalan yang harus kita pilih selalu ada konsekuensi baik atau buruknya…. Saat menjadi realistis kita akan cenderung egois, tapi saat menjadi idealis kadang kita melihat orang terlalu egois… Saat menjadi realistis secara otomatis tanpa kita sadari dirikita telah memangkasi mimpi kita sedikit demi sedikit…. Tapi belum tentu juga menjadi seorang idealis dibenarkan… Tapi menjadi seorang idealis adalah pilihan hidup… Dan bukan pilihan yang mudah… Menjadi seorang idealis tugasnya hanya 1 “protect your dream” (ucapan will smith kepada anaknya di film pursuit of happiness)
Ambil contoh sebuah gelas yang terisi air, yang dianalogikan sebagai timeline atau rentang waktu kita bekerja hingga pensiun. Segelas penuh air sama dengan 35 tahun kita berkarya. Apabila idealisme kita hanya memenuhi setengah dari kapasita gelas, maka pada suatu saat air dalam gelas itu bisa habis sebelum waktunya, dan kita akan kekeringan idealisme, sehingga manusia idealis itu pada akhirnya secara total menghamba pada realita dan lingkungan yang ada. Tapi jika kita penuhi gelas itu dengan sikap idealis yang kita bawa sewaktu masih menjadi mahasiswa, setidaknya, sekali lagi setidaknya, masih ada setetes idealisme yang tersisa pada saat kita berada di puncak karir kita. Satu tetes yang sangat berharga di tengah puncak kesuksesan sehingga kita tidak terhanyut oleh kenikmatan materi.
Kenapa sih jadi idealis? Bikin banyak musuh aja
Yah, itulah yang terjadi dalam lingkunganku sekarang. Juga di lingkungan lain tentunya. Di saat kita memilih untuk mempertajam visi misi the company, kita dibilang memperkeruh suasana. Di saat kita mempunyai niat untuk melakukan benah diri, di saat itu juga berbagai preseden bermunculan. Sedikit demi sedikit kita harus berkompromi dengan keadaan dan kenyataan. Itulah kenapa kita sedari awal harus mengisi gelas dengan penuh, karena pasti ada saatnya kita harus menanggalkan sedikit idealisme kita. Konsekuensi untuk menjadi idealis memang berat di tengah-tengah dunia yang pragmatis. Sedikit saja kesalahan dalam mengejawantahkan idealisme, jurang lebar menganga harus kita lompati. Sekali gagal, maka selamat tinggal.
Jadi, salah ya menjadi seorang idealis?
Oh, tentu tidak, sepanjang kita mampu berpikir jernih dan bertindak taktis (hal yang kadang tidak bisa aku lakukan). Di kalangan non-idealis, berpikir jernih dan bertindak taktis bisa disamakan dengan berpikir licik dan bermanuver cantik. Batas antara keduanya (maksudnya, idealis dan non-idealis) sangatlah tipis, karena para dewa hampir tidak bisa membedakan keduanya. Namun, pertarungan akan terjadi di level bawah. Karena mempunyai standar moral yang (relatif) tinggi, kaum idealis biasanya akan tersingkirkan oleh golongan realis-non-idealis. Maka seperti ditulis di atas, ngeli tur ora keli bisa jadi penyelamat di tengah pertarungan yang berat sebelah. (Catatan: Ingat, prinsip yang sama juga dianut oleh golongan yang realistis, di mana ada selamat dan nikmat, di situ dia menetap).
Akhirnya, menjadi idealis, walaupun tidak salah, namun perlu sedikit melihat apa yang Om Wiki bilang,¦so that a world of material objects containing no thought either could not exist as it is experienced, or would not be fully real.
Di bawah ini adalah kutipan puisi dari seorang kawan, dan akhirnya saya faham “mengapa idealisme ada, karena untuk diperjuangkan”
Jerit Hati Seorang Idealis
Aku duduk berdiam diri
Memandang wajah-wajah yang kuperjuangkan hak-haknya
Meringis hatiku dibalik gelak tawa mereka
Geram amarahku karena keangkuhannya
Aku memperjuangkan keadilan bagi mereka
Mereka yang tidak tahu dan tidak peduli dengan sekitarnya
Mereka yang dikelabuhi selubung kedamaian
Mereka yang terbuai cinta diri
Lalu mengapa aku merasa berjuang bagi mereka
Meneriakan suara mereka
Mengepalkan amarah mereka
Bahkan berkorban bagi mereka
Munafikkah aku menyatakan demikian
Atau lebih baik aku berkata bahwa aku egois
Aku mencari ketenaran dan popularitas
Aku meminta perhatian dan dukungan
Aku menginginkan nama besar dan kekuasaan
Atau mungkin aku menyerah dan berpangku tangan
Biarlah apa yang terjadi dengan dunia
Mereka tahu apa yang terbaik bagi dirinya
Aku tidak mau ambil pusing dengan kehidupan orang lain
Lebih baik aku mengurus hidupku sendiri
Lalu aku pun menjadi sama dengan mereka
Dan biarlah Harapan dan mimpiku perlahan menghilang
Pudar oleh teriknya mata hati
Dan terbang bersama hembusan angin
Tetapi nurani menjerit, meneriakan idealisme
Ketika hati terhimpit ketidakadilan
Dan jiwa bergejolak menahan emosi
Maka semangat pun berkobar memperjuangkan kehidupan
Post Comment