Istilah “buruh coding” dulu sering digunakan secara setengah bercanda oleh para software engineer / programmer yang merasa kerja kerasnya tak sebanding dengan apresiasi yang diterima. Di tengah narasi startup yang glamor, realita mereka sering tertinggal: jam kerja panjang, ekspektasi multitasking, dan tekanan yang terus-menerus tanpa ruang bernapas. Di tempat kerja saya sekarang, istilah itu mungkin sudah jarang terdengar, entah di tempat lain (?). Hari Buruh bisa menjadi momen reflektif untuk memperluas makna “pekerja”—termasuk mereka yang membangun infrastruktur digital dari balik layar. Karena dunia digital yang kita nikmati hari ini… berdiri di atas bahu para buruh coding.
‐–‐—-
1 dekade lalu (atau lebih), saya mendengar istilah “buruh coding” pertama kali dari seorang kolega sesama programmer. Ia mengatakannya dengan tawa, tapi saya bisa lihat nada getir di baliknya. Dan saya mengerti. Ia sedang bicara tentang jam kerja yang fleksibel tapi tanpa batas, sistem yang error di hari libur, dan panggilan darurat yang datang saat makan malam bersama keluarga.
“Buruh coding,” katanya, “kerja otak, tapi dihargai seperti kerja instan.”
Istilah itu mungkin sudah mulai menghilang dari timeline atau environmemt saya hari ini, tergeser oleh kata-kata yang lebih keren: technopreneur, CTO muda, digital talent. Tapi masalah yang melatarbelakanginya belum hilang. Kita hanya mengganti kata, bukan memperbaiki sistem.
Di Hari Buruh seperti hari ini, biasanya kita membayangkan mereka yang bekerja di lapangan. Yang berkeringat. Yang angkat barang, yang menyetir truk, yang membangun jalan dan gedung.
Tapi kalau kita mau jujur, sebagian besar sistem yang menopang dunia hari ini—terutama di kota besar dan sektor digital—berdiri di atas kerja sunyi para engineer dan software developer. Mereka yang menulis jutaan baris kode untuk memastikan aplikasi perbankan bisa dibuka, marketplace tidak down saat promo besar, dan sistem rumah sakit tetap jalan bahkan saat beban memuncak.
Ironisnya, kerja mereka sering dianggap “tidak capek” karena tidak berkeringat. Tidak pakai helm. Tidak turun ke lapangan.
Tapi siapa yang bangun saat server error di jam 3 pagi?
Siapa yang revisi sistem karena bug yang muncul di tengah demo penting?
Siapa yang menyusun ulang infrastruktur dalam semalam karena strategi bisnis berubah mendadak?
Kelelahan mereka bukan di otot, tapi di fokus dan keheningan.
Dan hari ini, Hari Buruh, harusnya jadi waktu untuk menyadari bahwa definisi buruh tidak bisa lagi dibatasi oleh jenis seragam atau bentuk fisik pekerjaan.
Justru di sektor digital, kita melihat paradoks yang mencolok.
Teknologi yang diharapkan memberi “leverage” pada manusia—kadang justru melipatgandakan tekanan.
Developer diharapkan paham backend, frontend, DevOps, security, dan kadang bahkan diminta bantu desain.
“Full-stack,” katanya. Padahal kadang itu hanya istilah lain untuk “semua dikerjain sendiri.”
Dan lebih dari itu, ada dimensi tak terlihat:
Programmer yang brilian tapi tak bisa negosiasi gaji karena tak ada mentor.
Engineer muda yang burnout tapi tak tahu cara bilang “tidak” karena takut dicap tidak agile.
Anak magang yang mengerjakan production code karena dianggap “anak digital, pasti bisa cepat.”
Itulah mengapa, Hari Buruh ini mengingatkan: bahwa di tengah dunia yang makin cepat, kita harus tetap membangun sistem kerja yang manusiawi.
Sistem yang tidak hanya bicara soal growth, tapi juga soal well-being.
Yang tidak hanya mengejar speed, tapi juga sustainability.
Yang tidak hanya mengukur output, tapi juga menjaga semangat mereka yang mengerjakannya.
Karena kalau tidak, kita akan kehilangan yang paling berharga dari dunia digital: manusianya.
Jadi buat para buruh coding di luar sana—yang mungkin hari ini tetap commit di branch mereka, tetap standby di grup ops, tetap ngejar deadline tanpa tahu ini Hari Buruh—izinkan saya bilang: terima kasih. Kalian mungkin tak selalu muncul di panggung, tapi dunia ini berdiri karena baris-baris kode yang kalian jaga.
Dan semoga ke depan, kita tak cuma menciptakan sistem yang berjalan cepat,
tapi juga tempat kerja yang membuat orang-orang hebat bertahan lebih lama.
Selamat Hari Buruh.