Belajar dari Gmaps: Bukan Harus Sempurna, Tapi Harus Bisa Diandalkan

Mudik kali ini, saya banyak menghabiskan waktu di balik kemudi.
Nyetir dari kampung ke kampung, hingga kota ke kota. Kadang panas, kadang hujan. Mobil penuh barang dan orang, playlist diputar berulang, dan satu aplikasi yang jadi andalan: Google Maps.

Ya. Saya tahu kamu juga sering pakai.
Dan kamu juga tahu… GMaps itu nggak sempurna.

Beberapa kali saya diarahkan ke jalanan sempit—lebih cocok buat sepeda daripada mobil.
Kadang dikasih “jalan pintas” yang ternyata muter jauh lebih lama.
Pernah juga disuruh belok ke gang sempit yang gak ngotak.

Tapi meski begitu… saya tetap pakai.
Kenapa?
Karena meski dia nggak sempurna—dia bisa diandalkan.
Dan walaupun sempat salah, dia tetap bantu saya sampai ke tujuan.



Dari situ saya belajar satu hal yang kelihatannya remeh:

Kamu nggak perlu harus selalu sempurna.
Kamu hanya perlu bisa diandalkan.

Orang bisa memaafkan salah belok.
Yang mereka nggak bisa terima adalah ditinggalin tanpa arah.

Sama seperti hidup dan kerja, bosmu ataupun kolegamu bisa toleransi sedikit salah—
Asal kamu recalculating.
Asal kamu tetap ada.
Asal kamu tetap berusaha membawa mereka ke “tempat tujuan”



Chip dan Dan Heath menulis dalam The Power of Moments:

“People will forget most of what you said or did.
But they will remember how you made them feel—especially in the peaks, the pits, and the transitions.”



Kadang kita merasa belum cukup.
Belum tahu semua jawaban.
Belum merasa ahli.
Dan kita pikir: “Saya belum siap untuk tampil, belum siap mengemban tanggung jawab lebih, belum siap maju.”

Tapi nyatanya?

Orang nggak menuntut kesempurnaan.
Mereka hanya ingin melihat orang yang mau koreksi arah ketika sadar salah.



Jadi kalau kamu hari ini sedang membangun sesuatu—
Karier, bisnis, komunitas, atau bahkan kepercayaan dari orang lain—
Jangan tunggu sampai semua siap.
Jangan tunda karena takut salah.

Jadilah seperti GMaps.
Lakukan yang terbaik.
Kalau salah, revisi.
Kalau harus mundur, mundur.
Dan yang paling penting: tetap hadir saat ada salah

Karena kenyataannya,
jadi hebat itu bukan soal nggak pernah bikin kesalahan.
Tapi soal apa yang kamu lakukan setelah itu (setelah membuat kesalahan)

Dan ketika orang tahu bahwa mereka bisa mengandalkanmu—meski dengan semua ketidaksempurnaanmu—
di situlah kepercayaan dibangun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *