Tax Amnesty, Menyelesaikan masalah tidak pada akarnya
Di Indonesia saat ini sedang ramai soal tax amnesty, jujur saya kurang mendapatkan insight jelas mengenai peraturan ini karena setiap pejabat mengemukakan pendapat yang tidak sinkron satu sama lain. Ada yang mengatakan tax amnesty bertujuan untuk mendapatkan dana bagi para pengemplang pajak dan diprioritaskan untuk wajib pajak skala besar, terutama wajib pajak yang memiliki uang di luar negeri. seperti di berita disini. Akan tetapi dari berita berikut, dijelaskan pula mengenai resiko jika ada orang yang ketahuan tidak membayar pajak meskipun bukan dalam skala besar. Belum lagi cerita mengenai seorang petani yang memiliki lahan dan karena satu dan lain hal beliau harus membayar sekitar 97 juta.
Itu adalah sekelumit cerita mengenai tax amnesty yang tidak lupa diberi bumbu oleh media agar terasa lebih renyah sampai pak jokowi pusing sendiri. Jika saya telaah lebih jauh, sebenarnya tax amnesty ini muncul karena pemerintah (termasuk pemerintah-pemerintah sebelumnya) tidak mampu memonitor dengan akurat pendapatan yang diperoleh dari pajak yang harus diberikan oleh penduduknya. Ini sangat cukup beralasan mengingat bahwa Indonesia belum memiliki sistem yang mampu mengintegrasikan data bank, kependudukan, kepemilikan kendaraan bermotor, kepemilikan bumi dan bangunan bahkan asuransi. Sehingga tidak heran jika banyak celah yang bisa digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab menyembunyikan “pendapatan asli”nya karena pemerintah sendiri tidak dapat memonitor secara langsung. Katakanlah saya punya 4 akun bank, jika pemerintah ingin mengecek pendapatan saya, maka pemerintah harus mengecek ke 4 bank tersebut secara “manual” dan lagi bisa saja saya menyembunyikan rekening bank saya yang lain (dengan sistem indonesia saat ini, membuat akun bank baru dengan ktp palsu bisa saja dilakukan)
Dari hal di atas, bisa disimpulkan kebocoran pajak ini disebabkan oleh tidak adanya sistem yang memungkinkan pemerintah melakukan monitoring. Sebagai ilustrasi sistem terintegrasi itu seperti apa, saya ambil contoh di Belanda :
Gambar di atas belum menggambarkan keseluruhan sistem, saya hanya mengambil beberapa sample saja. Semua terpusat di BSN number, BSN number atau biasa disebut dengan The Citizen Service Number adalah unique personal number yang dipunyai setiap orang dan tersimpan di Municipal Personal Records Database. BSN number inilah yang mengkoneksikan ke bank account, Verblijfstitel
(Residence Permit) – KTP , Pajak, allowance hingga Kentekenbewijs (STNK). Dari sistem di atas dapat terlihat jelas bahwa pemerintah Belanda mampu dan bisa mengentahui segala arus keuangan penduduknya sehingga kemungkinan sangat kecil sekali penduduk belanda dapat menyembunyikan uangnya karena semua aspek kehidupan mereka terhubung dengan BSN number yang dimana dari nomor itu, pemerintah belanda dapat mengetahui secara persis transaksi di Bank, asuransi, kepemilikan housing dan kendaraan bermotor. Dan lagi, mengingat ini adalah unique personal number, setiap orang hanya mempunyai satu, sehingga tidak akan ada kejadian double identity. Bagaimana melakukan pengecekannya agar tidak terjadi double identity? Sidik Jari. Saya pernah menjelaskan perihal sistem sidi jari di sini (maafkan banyaknya grammar yang kacau).
Jadi, kesimpulannya adalah selama Indonesia tidak punya unique personal number yang terintegrasi se-Indonesia, kasus pengemplangan pajak akan terus terjadi karena pelaku pengemplang pajak pasti sadar ketidakmampuannya pemerintah melakukan investigasi atau observasi terhadap kekayaan mereka. Dan lagi, mengharapkan orang jahat (baca : pengemplang pajak) untuk mengakuh adalah hal yang cukup tidak masuk akal, kurang lebih seperti idiom “kalau maling ngakuh, penjara penuh”.
Post Comment